Untukmu, Biru.

Terima kasih untuk sms-nya sore itu, senang karena masih menganggap aku ada dan cukup membuat aku terhibur dengan isi sms selanjutnya. Adalah sesuatu yang sangat berarti buatku, jika tiba-tiba kamu bertanya tentang keberadaanku. Dan adalah sesuatu yang membuatku melambung ketika kamu mulai merayuku.

Iya aku sakit dan "sakit", cape dan memilih untuk sementara tidak ada di dalam duniamu. Entah berapa lama, bisa sebulan, seminggu atau mungkin besok aku sudah menyapamu lagi.

Sakit karena fisikku memang ringkih sejak dulu, sudah dua minggu ini badanku mulai memberi peringatan. Dan "sakit" sejak Januari lalu. Kejadian yang bermula di bulan Januari itu (yang semuanya sudah kuceritakan padamu), entah kenapa sangat menancap di hati. Meski sudah ada permintaan maaf, tapi aku terlanjur kecewa. Apalagi setelah kejadian itu, berturut banyak kejadian yang membuat luka itu makin besar.

Aku berusaha untuk bisa menahan diri, berbesar hati, berjiwa lapang. Tapi semakin aku berusaha seperti itu, semakin membuat dada ini sesak. Mungkin aku yang salah, terlalu berharap banyak. Ternyata aku belum bisa ikhlas dalam hal memberi, masih berharap pamrih. Karena saat orang yang sudah aku beri kebaikan membalas dengan sikap bertolak belakang, aku kecewa. Padahal masing-masing pribadi pasti berbeda dalam menyikapi sesuatu dan pasti punya alasan kenapa berbuat seperti itu. Aku bilang baik, belum tentu buat orang lain. Aku merasa dekat, bisa jadi orang lain hanya menganggapku sebagai bayang-bayang yang mengganggu. Tidak selayaknya aku menyalahkan orang lain.

Berbuat baik seharusnya ya berbuat saja. Karena Tuhan pasti tidak menutup mata. Baik dan buruk selalu ada imbalan, walau tidak secara langsung dari yang bersangkutan. Bisa jadi kebaikan dan keburukan aku dibalas melalui jalan lain.

Ah, sepertinya aku yang terlalu perasa (memang iya, katamu). Menjadikan hal seperti ini sebagai masalah besar. Aku tahu, aku yang harus koreksi diri, aku yang harus bisa menata hati. Mungkin tanpa sengaja ataupun tidak, aku juga sudah menyakiti perasaan orang lain dengan sikap atau kata-kataku. Dan Tuhan menegurku dengan cara ini. Aku hanya perlu mendekatkan diri lebih banyak lagi pada-Nya, Sang Maha Pembolak Balik hati. Biarkan Dia bekerja dengan cara-Nya. Membalikkan hatiku agar lebih legowo. Dan itu perlu proses.

Tuhan belum mengijinkan aku berada di antara kalian, karena Dia tahu, hatiku masih belum bersih. Emosiku masih banyak.

Akankah tulisan panjang ini hanya akan berakhir tanpa balasan ? Iya, aku memang berharap pamrih kali ini.

2 komentar: